Kamis, 08 Maret 2012

Ruang Tamu (CerBer)

Sejujurnya, hidup saya sekarang ini seperti keluar mulut singa masuk mulut buaya. Tugas-tugas menumpuk seakan menjadi masalah, selesai satu, dikejar oleh yang lain. Dan bisa secara tiba-tiba muncul lagi yang baru. Mumet. Pening. Bosan. Memang benar, solusinya adalah menyelesaikan semua urusan ini satu persatu, tetapi perjalanannya tidak mudah, bukan?

Entah bagaimana, saya merasa saat ini harus menulis sebuah cerita. Sebuah cerita yang harus selesai satu malam sekalipun besok ada kuliah pagi. Sekalipun ketika cerita itu selesai, semua urusan saya tetap tidak selesai. Mungkin hanya pelampiasan pemikiran.

***

Ardian menatap rak buku baru yang sudah seminggu ini berdiri kokoh di pojok ruang tamu dekat jendela geser. Sebuah rak buku besar dengan enam rak. Telah dilengkapi lampu kuning di setiap sisi raknya, sehingga jika malam tiba rak buku ini berevolusi menjadi poros ruang tamu. Indah. Itulah bayangan ardian. Dan memang benar, saat malam tiba ardian meminimalkan penerangan ruang tamu kemudian menyalakan lampu rak buku, seperti lentera di kegelapan.

Tumpukan buku berjajar sejajar dengan ardian seakan menatap tajam. Mungkin marah karena menjadikan mereka yang terakhir ditata, padahal mereka teman setia ardian. Terutama ketiak ardian tidak sempat menjelajah ke luar kota, buku-buku itu yang menjadi petualangannya sekalipun hanya dalam pikiran. Ardian menarika nafas dalam-dalam.

Apa besok saja aku rapihkan mereka. Pikirnya sambil menghela nafas. 

Sudah satu minggu aku menunda merapihkan mereka. Tiba-tiba ardian mengangkat tubuhnya yang sudah nyaman duduk di sofa, menuju dapur. Ia suka menikmati kopi terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan penting, oleh karenanya ardian mulai memasak air.

Ia kembali ke ruang tamu, mengamati sekeliling sambil menunggu siulan teko dari dapur. Tembok telah di cat putih keabuan agar tidak terlalu terang. Sofa merah dengan meja putih bersih dijadikan poros dalam ruang tamu saat siang hari. Ruang tamu adalah tempat penting dalam hidupnya tentu karena ia masih hidup sendiri berbeda lagi jika nanti telah berkeluarga. Interaksi menjadi hal yang utama dalam ruang tamu, porosnya harus mencolok tetapi tetap memberikan ruang.

Mengapa rak buku harus diruang tamu? padahal mereka pribadi untukku.
 
Ardian kembali mengamati ruang tamu tanpa menjawab pertanyaannya sendiri. Hiasan tembok tidak ia penuhi dengan detail-detail kecil, hanya sebuah lukisan pemandangan pedesaan yang tenang, memberi kesan mendalam pada mimpi ketenangan yang sulit didapat di kota besar saat ini.

Suara teko mengejutkan lamunan ardian, kopi sudah meminta diseduh.

bersambung...